Layakkah Solo Jadi Daerah Istimewa?

LatestNews – Wacana pembentukan Kota Solo jadi daerah istimewa kembali mencuat. Namun, tidak sadar siapa yang pertama kali mengusulkan. Keraton Kasunanan Surakarta sendiri tidak sadar elemen masyarakat mana yang mengusulkan pembentukan Daerah Istimewa Surakarta (DIS). Tiba-tiba DIS dibahas dalam rapat dengar pendapat antara Kementerian Dalam Negeri bersama Komisi II DPR RI.
Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta KPA Dany Nur Adiningrat menjelaskan pihak keraton sampai selagi ini belum mengirimkan surat kepada pemerintah pusat perihal usulan DIS tersebut.
“Jadi, kami tidak sadar dari keraton, elemen masyarakat mana yang mengusulkan berkenaan DIS yang paling akhir ini, kami tidak tahu. Dari keraton belum secara formal bersurat kepada pemerintah perihal perihal tersebut,” kata dia selagi dihubungi Liputan6.com, Rabu (30/4/2025).
Dany mengungkapkan bahwa yang diinginkan pihak keraton bukan pembentukan DIS namun mengaktifkan kembali standing keistimewaan yang dulu berlaku dan dibekukan oleh pemerintah terhadap jaman awal kemerdekaan silam.
“Kalau memang rela mengaktifkan lagi, tinggal pemerintah mengupas kembali mengajak berbicara banyak pihak namun ini memang pemerintah secara sepihak langsung memberlakukan mampu tanpa kudu di Dirjen Otonomi Daerah, pemekaran dan lain sebagainya. Ini bukan pemekaran namun pengaktifan kembali,” tambahnya.
Oleh dikarenakan itu, Dany menjelaskan bahwa Keraton Kasunanan Surakarta sangat waspada dalam menyikapi persoalan tersebut. Namun ia menegaskan bahwa DIS merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar. Apalagi terhadap selagi itu keraton terhadap jaman pemerintahan Pakubuwono XII merupakan pihak yang pertama kali mengakui kemerdekaan Republik Indonesia.
“Negara Surakarta terhadap selagi itu negara pertama yang mengakui Republik Indonesia dan juga join bersama Republik. Jadi keistimewaan itu bukan perihal suatu perihal yang aneh saat kami jadi daerah istimewa. Terus juga ini seluruh demi kemakmuran dan kemaslahatan Surakarta khusunya, Indonesia terhadap umumnya,” ucapnya.
Sementara Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ahmad Luthfi menjelaskan kewenangan untuk mengubah Kota Solo jadi daerah istimewa adalah kewenangan pemerintah pusat bukanlah pemerintah daerah.
“Itu kewenangan pusat, provinsi enggak punya kewenangan,” kata Ahmad Luthfi.
Dia pun mengaku Pemerintah Provinsi Jateng, juga pemerintahan Solo, tidak dulu mengusulkan menjadikan Kota Solo jadi daerah istimewa.
“Enggak, enggak ada. Tergantung pusat, kan kami enggak punya kewenangan,” sadar dia.
Senada, Wali Kota Solo, Respati Ardi juga menyerahkan keputusan selanjutnya kepada pemerintah pusat.
“Terkait ada wacana kembali berkenaan DIS ini pasti itu dapat jadi kebijakan pemerintah pusat bersama pertimbangan dan syarat-syarat khusus yang kudu dipenuhi,” kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (30/4/2025).
Syarat Menjadi Daerah Istimewa, Apakah Solo Layak?
Indonesia mengakui dua karakteristik standing sebuah daerah yaitu daerah otonomi khusus dan daerah istimewa. Ketentuan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 berkenaan Pemerintah Daerah.
Namun, tidak tersedia undang-undang yang secara khusus menyesuaikan syarat suatu daerah untuk jadi daerah istimewa layaknya halnya aturan pembentukan provinsi, kabupaten, atau kota.
Dalam ayat 1 pasal 5 UU Pemerintah Daerah cuma disebutkan bahwa:
“Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial-budaya, sosial-politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah”.
Namun, standing daerah istimewa di Indonesia sepanjang ini diberikan berdasarkan kekhususan sejarah, budaya, dan peran dalam pembentukan negara, dan juga melalui undang-undang khusus yang ditetapkan oleh DPR RI.
Misalnya, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 berkenaan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Status keistimewaan diberikan dikarenakan histori DIY sebagai kerajaan yang secara sukarela join bersama Republik Indonesia pasca-kemerdekaan dan kontribusinya terhadap pembentukan negara.
“Daerah Istimewa Yogyakarta, seterusnya disebut DIY, adalah daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,” bunyi Pasal 1 ayat 1 UU No 13 Tahun 2012.
Kemudian daerah lainnya adalah Aceh yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 berkenaan Pemerintahan Aceh (UU PA). Keistimewaan diberikan dikarenakan Aceh punya histori perjuangan yang kuat dan juga perjanjian damai antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dikenal bersama MoU Helsinki.
Selain itu, masyarakat Aceh inginkan menerapkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari, yang diwujudkan dalam bermacam aturan dan kebijakan lokal, layaknya Qanun Aceh.
“Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberikewenangan khusus untuk menyesuaikan dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai bersama aturan perundang-undangan dalam sistem dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur,” bunyi Pasal 1 ayat (2) UU No 11 Tahun 2006.
Lalu apakah Solo layak menyandang standing daerah istimewa?
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, mengungkapkan Solo punya kekhususan tersendiri dari sisi histori dan kebudayaan yang layak untuk mendapat pengakuan khusus dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
“Usulan ini nampak dikarenakan Solo punya kekhususan secara historis dan kebudayaan,” ujar Aria Bima.
Aria Bima menegaskan, Solo tidak cuma dikenal sebagai kota budaya, namun juga punya peran perlu dalam histori perjuangan bangsa melawan penjajahan.
“Kekhususan itu nampak dari sistem perjuangan Solo dalam melawan penjajahan dan juga kekhasan budayanya yang sampai kini tetap terjaga,” lanjutnya.
Sebagai kota yang punya keraton dan warisan budaya Jawa yang kental, Solo dinilai punya kesamaan karakteristik bersama Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hal ini jadi keliru satu dasar timbulnya wacana standing daerah istimewa bagi Solo.
Meski demikian, Aria mengutamakan bahwa usulan ini tetap butuh kajian mendalam dan pemberian politik yang solid di tingkat nasional. Proses penetapan daerah istimewa tidak cuma didasarkan terhadap kekhususan sejarah, namun juga perhitungkan segi hukum, administratif, dan politik.
“Perlu tersedia kajian komprehensif dan juga percakapan lintas fraksi dan lintas kementerian agar usulan ini punya dasar hukum dan implementasi yang kuat,” jelasnya.
Namun, Aria Bima juga berpendapat bahwa usulan ini tidak punya relevansi dan urgensi selagi ini. “Solo ini udah jadi kota dagang, udah jadi kota pendidikan, kota industri. Tidak tersedia kembali yang kudu diistimewakan,” ujarnya.
Dia lantas berkata, “Komisi II tidak sangat tertarik untuk mengupas daerah istimewa ini jadi suatu hal perihal yang perlu dan urgen.”
Dia mengutamakan bahwa pengkajian suatu daerah untuk menyandang standing daerah istimewa kudu perhitungkan bermacam faktor. “Tidak gegabah cuma dikarenakan faktor-faktor tertentu,” tambahnya.
Sebab, jadi dia, daerah istimewa itu selamanya mempunyai irisan antara kepentingan global, kepentingan pusat, kepentingan regional, dan kepentingan daerah itu sendiri.
Dia juga mengingatkan agar pemberian standing daerah istimewa tidak menimbulkan rasa ketidakadilan di daerah lain.
“Kita ini satu kesatuan wilayah, satu kesatuan administrasi, satu kesatuan ekonomi, yang antara daerah itu kudu tersedia perasaan yang adil, jangan sampai pemberian daerah keistimewaan ini membawa dampak rasa ketidakadilan daerah-daerah lain,” ujarnya.
Meski demikian, dia tidak menafikan pembukaan moratorium pemekaran daerah bersama catatan syarat-syarat suatu daerah untuk dimekarkan kudu dilakukan secara lebih ketat.
“Soal moratorium tersedia satu yang kami menginginkan mampu kami lakukan, kami buka kembali, dan pengusulannya kudu lebih ketat,” ucap dia.
Solo Tidak Punya Desain Besar Penataan Daerah
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N Suparman juga ia mengutamakan perlunya kajian mendalam perihal urgensi dan kesiapan regulasi sebelum akan merealisasikannya.
“Usulan layaknya ini konstitusional, namun pertanyaannya adalah apakah memang layak beroleh standing keistimewaan atau kekhususan? Kita kudu bersandar terhadap keputusan aturan perundang-undangan yang ada,” ujar Herman kepada Liputan6.com.
Herman menyoroti bahwa sampai kini belum tersedia desain besar penataan daerah yang jadi acuan dalam pembentukan daerah otonomi baru. Ketiadaan desain ini membawa dampak ketidakpastian dalam sistem penataan daerah, juga pemberian standing keistimewaan.
“Dalam desain besar penataan daerah itu, itu kami mampu beroleh gambaran dalam periode selagi khusus ke depan, kami punya lebih dari satu daerah provinsi, kabupaten, kota, dan juga pengaturan-pengaturan sifatnya itu lebih detil perihal bersama syarat-syarat dan juga sistem penataan daerah itu sendiri. Karena di dalam Undang-Undang Pemda, syarat-syarat dan juga sistem pembentukan daerah otonomi baru itu sifatnya tetap sangat umum,” kata dia.
Selain itu, pemberian standing istimewa kepada suatu daerah dapat mempengaruhi keuangan negara yang signifikan khususnya selagi ini pemerintah sedang laksanakan efisiensi. Sebab daerah istimewa berhak terima dana keistimewaan dari pemerintah pusat.
“Kenapa? Karena nanti dalam transfer ke daerah itu, daerah-daerah yang sifatnya istimewa dan khusus itu dapat beroleh yang disebut bersama dana istimewa, dana keistimewaan, dan juga dana khusus, daerah kekhususan. Tentu menyaksikan konteks saat ini kami kembali berjuang bersama suasana keuangan negara, baik di level pusat dan daerah, hal-hal itu yang menurut kami tidak tepat dari sisi konteks waktu,” lanjutnya.
Herman juga menyoroti bahwa justifikasi pemberian standing istimewa kepada Solo kudu dikaji lebih dalam. Meskipun Solo punya histori dan budaya yang kaya, banyak daerah lain di Indonesia yang juga punya keunikan serupa. Selama ini, pemberian standing istimewa didasarkan terhadap keperluan tata kelola pembangunan atau resolusi konflik, layaknya yang terjadi di Papua dan Aceh.
Di Papua, target utama dari pemerintah otonomi khusus itu untuk mempercepat pembangunan di Papua. Kemudian di Aceh itu untuk resolusi konflik.
Sementara di Jakarta itu dikarenakan kedudukan dan fungsinya sebagai pusat perekonomian dan juga ibu kota negara. Kemudian di Yogyakarta, ada segi kesejarahan, dikarenakan dulu sebelum akan Indonesia merdeka Kesultanan Yogyakarta beri tambahan bersama sukarela Kesultanan Yogyakarta itu jadi anggota dari NKRI, agar diberikan keistimewaan.
“Kami menyaksikan untuk konteks kami saat ini belum relevan jikalau kami mendasarkan argumentasi pemberikan kekhususan untuk Solo itu terhadap basis tadi, kesejarahan dan juga kebudayaan. Karena jikalau kami rela berbicara keistimewaan budaya dan kultur itu kan tiap-tiap daerah punya keistimewaan dan kekhususan dan keunikannya,” kata Herman.
Menurut Herman, pemberian standing istimewa kepada daerah-daerah terluar atau kepulauan yang punya susah terhadap fasilitas publik justru lebih relevan. Daerah-daerah layaknya Kepulauan Natuna, Anambas, dan Sabu Raijua menghadapi tantangan geografis yang butuh perhatian khusus dalam tata kelola pemerintahan.
“Mereka itu punya tantangan tersendiri beri tambahan layanan publik di wilayah-wilayah yang bersifat kepulauan,” tandasnya.