Komisi III Bantah Restorative Justice di KUHAP

LatestNews – Komisi III Bantah Restorative Justice di KUHAP, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, membantah klaim bahwa KUHAP baru yang mengatur restorative justice (RJ) bisa disalahgunakan sebagai alat pemerasan.
Ia mengatakan berdasarkan Pasal 74a dan 79, kesepakatan damai melalui RJ akan ditunaikan sejak tahap penyelidikan, apalagi sebelum saat tindak pidana dipastikan keberadaannya.
“Koalisi mempertanyakan bagaimana bisa udah datang pelaku dan korban misalnya tindak pidana belum hadir Catatan mereka didalam hal ini, orang dapat diperas dan dipaksa damai bersama dengan dalih restorative justice, apalagi di Ruang penyelidikan yang belum terbukti hadir tindak pidana,” kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Habiburokhman meyakinkan informasi yang menyebut restorative justice di KUHAP baru menjadi alat pemerasan tidaklah benar.
“Ini menyadari klaim yang tidak benar, gara-gara mekanisme keadilan restorative dapat diterapkan sejak langkah penyelidikan sampai pengecekan di pengadilan. perihal berhubungan keadilan restorative di tingkat penyelidikan dan selanjutnya pasal 79a dan 8 dan pasal 83 KUHAP termasuk telah diatur dalam beraneka ketentuan,” mengetahui Habiburokhman.
Menurutnya, KUHAP baru justru membuktikan batasan perihal hal-hal yang dapat ditunaikan di dalam restorative justice. Ia memastikan restorative justice wajib dilakukan tanpa ada paksaan dan terhitung kesepakatan dua belah pihak.
“Hal ini sebagaimana diatur di dalam Pasal 81. kudu dijalankan tanpa adanya paksaan, intimidasi, tekanan, tipu kekuatan ancaman kekerasan, kekerasan, penyiksaan dan tindakan yang merendahkan kemanusiaan. Ini diatur di pasal 81,” tuturnya.
“Jadi prasangka buruk itu memanglah enggak dapat diterapkan dikarenakan restorative justice ini justru perlu bersama kesukaarelaan,” pungkasnya.
Ketua Komisi III Luruskan Isu keliru soal Pasal Kontroversial di KUHAP Baru
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman meluruskan sejumlah info tidak benar berhubungan pasal-pasal kontroversial didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Kami memberikan klarifikasi atas lagi-lagi ini berita bohong ya. Atau sebenarnya bukan berita bohong lah, ini berita yang tidak selagi yang tidak pas tidak benar ya. tapi beredar terlalu masif di media massa,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Habiburokhman membeberkan sejumlah info yang ia nilai tidak benar terkait pasal-pasal tertentu.
Mengenai Pasal 5 disebutkan bahwa mengizinkan penyelidik Mengerjakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, hingga penyitaan dalam bagian penyelidikan meskipun pidana belum terkonfirmasi adalah tidak benar.
“Pernyataan tersebut tidak benar, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan didalam pasal 5 dikerjakan bukan dalam bagian penyelidikan, sedang dalam step penyidikan,” kata dia.
Menurut Habiburokhman, tindakan itu memang bisa dilaksanakan oleh penyelidik, tetapi tetap atas perintah penyidik bersama dengan terlalu ketat.
“Memang yang bisa menangkap itu penyelidik boleh menangkap, akan tetapi bukan dalam tahapan penyelidikan, tahapan penyidikan. Dan itu atas perintah berasal dari penyidik,” ujarnya.
Soal Penyamaran
Terkait Pasal 16 yang disebutkan untuk membuka peluang pemakaian metode undercover buying dan control delivery untuk semua tindak pidana.
“Ini kan berarti kan koalisi pemalas, dia enggak review live streaming kami debat khusus soal ini. Ini koalisi pemalas, tidak benar, gara-gara udah dilimitasi di proporsi penjelasan,” katanya.
Menurutnya, tehnik penyamaran berikut sekedar berlaku untuk investigasi privat yang diatur UU, seumpama narkotika dan psikotropika, sebagaimana tertuang didalam proporsi penjelasan pasal.
“Pasal 16 enggak ada bahwa penyamaran untuk seluruh tindak pidana. Itu sekedar untuk narkoba dan psikotropika,” ujarnya.
