Prabowo Sebut Ada Koalisi KIM Plus Plus

Prabowo Sebut Ada Koalisi KIM Plus Plus

Prabowo
Prabowo Sebut Ada Koalisi KIM Plus Plus

LatestNews – Presiden Prabowo Subianto menyinggung soal terdapatnya Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus Plus, koalisi informal, sampai koalisi batin dalam pidatonya di Kongres VI Partai Demokrat.

“Sekarang ada Koalisi Indonesia Maju Plus. Saya tidak jelas kalau ada kembali Koalisi Indonesia Maju Plus Plus,” kata Prabowo.

“Jangan-jangan ada koalisi formal, ada koalisi tidak formal, ada koalisi informal, ada koalisi batin,” sambungnya.

Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan pernyataan Presiden Prabowo itu merujuk pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

“Ya, aku kira sebetulnya tak bisa dipungkiri pernyataan Prabowo bahwa ada koalisi KIM Plus Plus itu sepertinya sebetulnya diarahkan kepada PDIP. Apalagi pada saat yang seiring ditambahkan ada koalisi formal dan ada koalisi batin yang aku kira sebetulnya secara eksplisit itu juga ditujukan kepada PDIP,” kata Adi kepada Liputan6.com.

Adi menjelaskan, PDIP sudah membuktikan dukungan penuh pada semua kebijakan pemerintahan Prabowo. Hal ini bisa disebut sebagai koalisi batin yang juga dalam koalisi KIM Plus Plus.

“Kebijakan-kebijakan strategis Prabowo kan sudah didukung oleh PDIP jikalau kenaikan PPN 12 persen, soal makan bergizi gratis, itu kan PDIP menjadi salah satu partai yang terdepan membantu secara penuh,” ucap Adi.

“PDIP menjadi salah satu partai yang terdepan membantu secara penuh itu bisa juga disebut sebagai koalisi batin dan juga juga disebut bersama koalisi KIM Plus Plus yakni plus-plusnya ada PDIP,” lanjutnya.

Dia mengatakan, PDIP sebetulnya sedang memperkirakan baik dan jelek nya kalau bergabung pada pemerintahan Prabowo meski beberapa kali nampak terdapatnya dukungan penuh yang diberikan atas kebijakan tersebut. Bahkan, kader PDIP yang beroleh posisi strategis di DPR mendefinisikan jalinan mereka baik-baik saja.

“Satu segi sebetulnya tidak bisa dibantah bahwa suasana hati PDIP basis-basis konstituennya adalah mereka yang sepertinya terkonfirmasi ingin PDIP berada di luar kekuasaan tentu sebab pengaruh dari kekalahan pemilu 2024 yang selanjutnya meski pada saat yang seiring sejumlah elit PDIP itu kan nampak ingin melakukan kerjasama bersama Prabowo Subianto,” katanya.

Namun, segi lainnya kalau PDIP bergabung pada pemerintahan tersebut dikhawatirkan dapat menghilangkan ciri khas dari partai banteng yakni dalam melakukan oposisi.

“Tapi kerjasama politik bersama Prabowo ini kan dikhawatirkan dapat menghilangkan bagaimana ciri khas PDIP yang biasanya kalau kalah pemilu itu menjadi oposisi,” tuturnya.

Adi berpendapat alasan PDIP tidak kunjung berkoalisi bersama pemerintahan Prabowo sebab terdapatnya segi Presiden ke-7 Republik Indonesia (RI) Joko Widodo didalamnya. “Ada segi Jokowi sebab apa pun judulnya Jokowi itu bagi PDIP adalah musuh gitu ya yang tidak bisa dimaafkan menjadi wajar sepanjang Prabowo ini berkawan baik bersama Jokowi maka sepanjang itu juga dapat menjadi ganjalan PDIP bergabung bersama Prabowo Subianto>”

Dia menjelaskan, PDIP sedari awal masa pilkada sebetulnya sudah diasingkan di banyak daerah seperti Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan lain-lain, sebab tidak bergabung bersama Prabowo. Tapi hal ini tidak terjadi dalam segi pemerintahan.

“Kalau dalam konteks pemerintahan aku kira PDIP tidak dikucilkan ya buktinya di DPR banyak kader PDIP yang menduduki posisi-posisi strategis dalam konteks kebijakan politik pemerintah PDIP seiring bersama Prabowo Subianto,” jelas Adi.

Lebih lanjut, Adi mengatakan Indonesia miliki kecenderungan dalam berasumsi asing partai yang menentukan oposisi. Hal mirip terjadi pada partai Demokrat.

“Memang ada kecenderungan di negara kita ini menentukan menjadi oposisi, ya sebetulnya dikerdilkan oposisi itu dikucilkan dan apalagi condong menjadi musuh bersama. Bahkan kalau kita mengacu pada partai demokrat sepanjang menjadi oposisi ya partainya hampir dibegalkan oleh oknum-oknum kekuasaan,” lanjut Adi.

Hal ini bisa disimpulkan, secara prinsip PDIP tidak bergabung bersama pemerintahan Prabowo. Namun, secara praktek PDIP membantu semua program dan kebijakannya. Ini lah yang dinamakan koalisi di dalam oposisi.

“Sebenarnya mengatakan PDIP di luar kekuasaan namun pada saat yang seiring mereka membantu pemerintahan Prabowo menjadi luarnya oposisi dalamnya koalisi ya itulah PDIP,” ucap Adi.

Prabowo Harus Bebas dari Jokowi?

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, mengungkap kesempatan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk bergabung dalam kabinet Prabowo sangat terbuka. Namun, menurut Dedi, ada satu syarat mutlak sehingga hal ini bisa terwujud, yakni Prabowo kudu bebas dari intervensi politik Jokowi.

“PDIP ke kabinet bisa menguntungkan Prabowo, sebab ia dapat leluasa sebagai Presiden, tidak ada tokoh yang membayangi seperti saat ini yang ia dianggap terbayangi oleh Jokowi. Prabowo mestinya jelas suasana itu. Kecuali, dirinya sebetulnya tersandera oleh Jokowi,” ungkap Dedi kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Dedi mengatakan meski PDIP miliki kesempatan besar untuk gabung kabinet namun suasana politik saat ini membuktikan terdapatnya rintangan yang lumayan signifikan. Salah satunya adalah sulitnya merealisasikan pertemuan Prabowo dan Megawati.

“Saat ini sebetulnya ada pihak yang tampaknya tidak ingin terdapatnya konsolidasi antara Prabowo dan Megawati, dan itu merujuk pada Jokowi. Situasi ini lumayan pelik dan menjadi rintangan bagi PDIP untuk mengalihkan dukungannya kepada Prabowo secara resmi,” ujar Dedi.

Meski belum ada deklarasi formal dari PDIP, Dedi menilai bahwa partai tersebut sebetulnya sudah membuktikan dukungannya secara tidak langsung. Salah satunya, adalah bersama mengimbuhkan dukungan kepada Puan Maharani yang terpilih sebagai Ketua DPR. Puan sendiri, menurut Dedi, terpilih berkat motivasi dari Gerindra, yang merupakan partai pengusung Prabowo.

“Prinsip politik yang sedang terjadi, PDIP sebetulnya sudah membuktikan dukungan bersama terdapatnya Puan di pimpinan DPR, apalagi Puan bisa saja tidak terpilih kalau bukan motivasi atau restu Gerindra. Namun, dalam ekspresi koalisi yang mengemuka, belum nampak tanda-tanda PDIP mendeklarasikan sokongan pada pemerintahan Prabowo,” jelasnya.

Lebih Baik PDIP Berada di Luar Kabinet?

Direktur Eksekutif Ethical Politics, Hasyibulloh Mulyawan menilai KIM Plus Plus yang disebutkan Prabowo bukan merujuk pada PDIP melainkan koalisi yang dapat dipermanenkan sebagai bagian dari langkah politik Prabowo untuk mendorong dirinya kembali bertarung pada kontestasi politik di tahun 2029.

“Koalisi KIM Plus Plus, aku lihat, merupakan koalisi yang dapat dipermanenkan oleh Presiden Prabowo untuk memperkuat posisi politiknya menuju 2029. Artinya, ini bukan hanya koalisi sementara, namun koalisi yang dapat tetap ada untuk jangka panjang,” jelas Hasyibulloh kepada Liputan6.com.

Hasyibulloh juga menilai bahwa dukungan PDIP pada pemerintahan Prabowo tidak berarti partai tersebut dapat masuk dalam kabinet. Dukungan PDIP lebih pada kritik yang membangun pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai kurang pro pada masyarakat.

“Dukungan PDIP pada pemerintahan Prabowo bukan berarti mereka dapat bergabung dalam kabinet. Justru, kritik tajam pada kebijakan-kebijakan yang tidak pro-rakyat menjadi wujud dukungan mereka untuk melakukan perbaikan kebijakan pemerintahan Prabowo,” ungkapnya.

Hasyibulloh mengatakan kalau PDIP bergabung dalam pemerintahan Prabowo, hal itu berpotensi memberi pengaruh jelek bagi citra elektoral partai tersebut. Hal ini disebabkan oleh jalinan historis PDIP bersama Presiden Jokowi yang pernah menjadi bagian dari partai tersebut.

“Saya memandang kalau PDIP bergabung dalam pemerintahan Prabowo, secara komunikasi politik dapat jelek bagi PDIP secara elektoral. Mereka dapat sukar menghilangkan stigma negatif dari penduduk yang mengaitkan mereka bersama Presiden Jokowi yang pernah bagian dari PDIP,” ujar Hasyibulloh.

PDIP Perbaiki Citra Politik Tanpa Bergabung ke Kabinet

Namun, Hasyibulloh menilai ini adalah momentum yang baik bagi PDIP untuk melakukan perbaikan citra mereka di mata publik tanpa terperangkap dalam koalisi pemerintahan Prabowo. Menurutnya, PDIP bisa melakukan perbaikan jalinan bersama penduduk bersama tetap berada di luar pemerintahan dan lebih fokus pada peran sebagai pengawas kebijakan pemerintah.

“Ini adalah kesempatan yang baik bagi PDIP untuk melakukan perbaikan citra mereka lewat komunikasi politik yang lebih baik. Saya rasa PDIP tidak dapat percuma bersama tetap merawat jarak dari pemerintahan Prabowo,” tambahnya.

Hasyibulloh juga menyinggung pengaruh mantan Presiden Jokowi pada ketetapan PDIP. Menurutnya, Jokowi secara tidak langsung mengimbuhkan isyarat bahwa ia tidak ingin PDIP bergabung dalam pemerintahan Prabowo, sebab hal tersebut bisa mengurangi pengaruh politiknya pada Prabowo di masa depan.

“Jokowi, aku lihat, membuktikan sinyalemen tidak ingin PDIP bergabung bersama pemerintahan Prabowo sebab hal itu dapat mereduksi pengaruh politiknya pada Presiden Prabowo. Ini juga dapat menjadi tantangan bagi PDIP,” tegas Hasyibulloh.

Meski demikian, Hasyibulloh meyakinkan bahwa Prabowo tetap kudu membangun komunikasi politik yang lebih intens bersama Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Mengingat PDIP miliki nada mayoritas di parlemen, jalinan baik antara Prabowo dan Megawati sangat mutlak untuk meyakinkan kelancaran kebijakan politik pemerintahan Prabowo ke depannya.

“Prabowo kudu merawat jalinan baik bersama Megawati sebab PDIP adalah partai yang miliki nada mayoritas di parlemen. Hubungan yang baik bersama PDIP dapat sangat membantu mengamankan kebijakan politik pemerintahan Prabowo tanpa gangguan,” tutup Hasyibulloh.

PDIP Sebut Ada Pihak yang Ingin Megawati-Prabowo Tidak Akur

Juru Bicara PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan ada pihak-pihak yang tidak ingin jalinan Megawati dan Prabowo baik-baik saja. Namun Basarah tidak mengatakan siapa pihak tersebut.

“Alhamdulillah sampai bersama hari ini jalinan Ibu Megawati Soekarnoputri dan Pak Prabowo Subianto tetap baik-baik saja, meskipun kita jelas dan merasakan ada pihak-pihak yang tidak ingin Ibu Megawati dan Pak Prabowo baik-baik saja,” kata Basarah saat konferensi pers berkenaan bersama penjelasan instruksi Megawati berkenaan retret kepala daerah di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Selasa malam.

Ia mengatakan bahwa Prabowo sudah jelas berkenaan suasana tersebut. Basarah menghendaki Prabowo menyita langkah untuk merawat sehingga hubungannya bersama Megawati tetap baik.

“Insyaallah, Pak Prabowo sudah jelas suasana ini sehingga kita berharap beliau juga bisa menyita beberapa langkah untuk tetap merawat jalinan baiknya bersama kawan akrab beliau, Ibu Megawati Soekarnoputri,” kata Basarah.

Menurut Basarah, Megawati dan Prabowo mempunyai jalinan yang panjang dan baik sepanjang ini sehingga menjadi basic untuk tetap menjalin komunikasi satu mirip lain.

Sementara Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus menilai Jokowi dan Prabowo sudah mestinya dipisah lantaran Prabowo saat ini menjabat sebagai presiden. Sementara Jokowi sudah menjadi mantan atau purna tugas sebagai presiden, sehingga tidak pantas tetap bersanding bersama presiden yang menjabat.

“Memang kan kudu pisah, satu mantan presiden satu presiden,” tegas Deddy.

Meskipun ke-2 tokoh itu miliki jalinan baik, namun menurut Deddy, tidak mestinya tetap berdua. Apalagi kalau kebersamaan keduanya pengaruhi kebijakan pemerintah.

“Hubungan yang baik bukan berarti kudu bareng nempel. Keputusan Pak Prabowo juga tidak kudu sesuai bersama Pak Jokowi, kan tiap-tiap pemimpin miliki challange sendiri,” ucap Deddy.

Leave a Reply

LatestNews